Shalat Tasbih, Dalil Dan Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Deprecated: Function WP_Query was called with an argument that is deprecated since version 3.1.0!
caller_get_posts
is deprecated. Use ignore_sticky_posts
instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5737Notice: Undefined variable: arkrp in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 435
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
10 min read

Deprecated: Function WP_Query was called with an argument that is deprecated since version 3.1.0!
caller_get_posts
is deprecated. Use ignore_sticky_posts
instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5737Notice: Undefined variable: arkrp in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 435
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521
Deprecated: Function ark_content_rss is deprecated since version 2.9! Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-includes/functions.php on line 5453
Notice: Undefined variable: excerpt in /home/u5450082/public_html/Islamislami.com/wp-content/plugins/ark-relatedpost/ark-relatedpost.php on line 521

Shalat Tasbih, Dalil Dan Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Salat tasbih merupakan salat Sunnah yang di dalamnya pelaku salat akan membaca kalimat tasbih (kalimat “Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar”) sebanyak 300 kali (4 raka’at masing-masing 75 kali tasbih). Salat ini masih terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Pertama: salat tasbih adalah mustahabbah (sunnah), pendapat lain salat tasbih boleh dilaksanakan (boleh tetapi tidak disunnahkan) pendapat ketiga salat tersebut tidak disyariatkan dan tidak boleh dilakukan. Ulama yang menganut pendapat shalat tasbih disunahkan karena merujuk hadits Rasulullah SAW kepada pamannya Abbas bin Abdul Muthallib. Namun hadits ini banyak diperdebatkan oleh ulama lain karena hadits tersebut dianggap lemah, tidak kuat dan cenderung hadits dhaif
Sholat tasbih adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan pada malam Lailatul Jaiza. Pada malam ini, semua doa dan amalan yang dilakukan oleh umat Islam akan diterima dan dikabulkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, malam Lailatul Jaiza atau malam sebelum Idul Fitri dianggap sebagai malam yang istimewa. Terlepas dari malam Lailatul Jaiza, sholat tasbih juga dianjurkan untuk dilakukan setidaknya sekali seumur hidup, sebulan sekali, atau setahun sekali.
Bagi umat muslim, sholat tasbih juga dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan lailatul qadar di bulan Ramadan. Sholat berjamaah bahkan dilakukan di 10 malam terakhir Ramadan untuk dapat menjaring malam yang sangat mulia tersebut. Hikmah salat adalah dapat mencegah perbuatan keji dan kemungkaran, tentu saja dari salat tasbih yang dilakukan dengan hati yang ikhlas diharapkan akan dapat pula seseorang yang melakukannya dicegah atau terjaga dari perbuatan-perbuatan yang keji lagi mungkar.
Cara
Niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat akan tetapi yang terpenting adalah dengan niat hanya mengharapkan Ridha Allah Ta’ala semata dengan hati yang ikhlas dan khusyu

Salat tasbih dilakukan 4 raka’at (jika dikerjakan siang maka 4 raka’at dengan sekali salam, jika malam 4 raka’at dengan dua salam) sebagaimana salat biasa dengan tambahan bacaan tasbih pada saat-saat berikut:
No. | Waktu | Jumlah tasbih |
---|---|---|
1 | Setelah pembacaan Surat Al-Fatihah dan surat pendek saat berdiri | 15 kali |
2 | Setelah tasbih ruku’ | 10 kali |
3 | Setelah I’tidal | 10 kali |
4 | Setelah tasbih sujud pertama | 10 kali |
5 | Setelah duduk di antara dua sujud | 10 kali |
6 | Setelah tasbih sujud kedua | 10 kali |
7 | Setelah duduk istirahat sebelum berdiri | 10 kali |
Jumlah total satu raka’at | 75 | |
Jumlah total empat raka’at | 4 × 75 = 300 kali |
Perbedaan pendapat ulama
Para ulama berbeda pendapat mengenai salat tasbih, berikut adalah beberapa pendapat mereka:
- Pertama: salat tasbih adalah mustahabbah (sunnah) Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama penganut Mazhab Syafi’i bukan pendapat Imam As Safii langsung. Ulama yang menganut pendapat ini karena merujuk hadits Rasulullah SAW kepada pamannya Abbas bin Abdul Muthallib yang berbunyi: Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Allah akan mengampuni dosamu, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh sifat adalah: Engkau melaksankan salat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka ucapkanlah: Subhanallah Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilallah Wallahu Akbar 15 kali, Kemudian ruku’lah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali kemudian sujudlah dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat. Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah satu kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu” (HR Abu Daud 2/67-68). Namun hadits ini banyak diperdebatkan oleh ulama lain karena hadits tersebut lemah, tidak kuat dan cenderung hadits dhaif
- Takhrij Hadits
- Adapun takhrij hadits ini, maka kami nukilkan penjelasan Imam al-Albani (1420 H) di dalam kitabnya Shahih Sunan Abi Dawud (5/41) berikut ini:
- “Hadits ini dikeluarkan pula oleh al-Baihaqi di dalam Sunan-nya (3/51-52), demikian pula al-Khathib di dalam Juz’ Shalat Tasbih (1-2/197); keduanya meriwayatkan dari Abu Dawud dengan sanad-nya. Dan dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah (1387), Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya (1/132/1), dan al-Hakim (1/318); dari jalan yang lainnya…”.
- Dan sanad yang dimaksud adalah: Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam, dari Musa bin Abdul Aziz, dari al-Hakam bin Aban, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu [1.Lihat pula penjelasan Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali tentang jalan-jalan hadits ini dalam tahqiq beliau terhadap kitab an-Nukat ‘ala kitab Ibnish Shalah (2/848)].
- Hukum dan Derajat Hadits
- Para ulama berselisih pendapat dalam penentuan hukum dan derajat hadits ini. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Para ulama berselisih pendapat dalam shalat tasbih, dalam masalah ke-shahih-an haditsnya dan hukum mengamalkannya. Maka, di antara mereka ada yang men-shahih-kannya, ada yang meng-hasan-kannya, ada pula yang men-dha’if-kannya (melemahkannya), bahkan ada juga yang menjadikannya termasuk hadits maudhu’ (palsu)” [2. Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasa-il Ibnu ‘Utsaimin (14/225)].
- Di antara para ulama yang berpendapat dengan pendapat pertama adalah para Imam berikut: Muslim (261 H), Abu Dawud (275 H), al-Hakim (405 H), al-Khathib al-Baghdadi (463 H), Ibnush Shalah (643 H), al-Mundziri (656 H), Muhyid Din an-Nawawi (676 H)[3. Sebagaimana dalam kitabnya Tahdzibul Asmaa’ wa al-Lughah, dan al-Adzkar. Adapun dalam kitabnya al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, maka beliau (an-Nawawi) men-dha’if-kannya. Lihat at-Talkhishul Habir (2/7-8), karya al-Hafizh Ibnu hajar. Lihat pula penjelasan Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad al-Mushthafa al-Anshari, pen-tahqiq kitab Ma’rifatul Khishal al-Mukaffirati lidz Dzunub al-Muqaddamah wal Mu-akhkharah (1/26), karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (852 H)], al-‘Alaa-i (761 H), Badrud Din az-Zarkasyi (794 H), al-Bulqini (805 H), Ibnu Nashiriddin ad-Dimasyqi (842 H), asy-Syaukani (1250 H), al-Albani (1420 H) dan lain-lain[4.Lihat penjelasan pen-tahqiq kitab Ma’rifatul Khishal al-Mukaffirati lidz Dzunub al-Muqaddamah wal Mu-akhkharah (1/24-26), karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (852 H)].
- Al-Imam al-Mundziri (656 H) berkata di dalam kitabnya at-Targhib wat Tarhib (1/528): “Hadits ini telah di-shahih-kan oleh jama’ah (para ulama), di antara mereka al-Hafizh Abu Bakr al-Ajurri, Syaikh kami Abu Muhammad Abdurrahim al-Mishri, Syaikh kami Abul Hasan al-Maqdisi”. Dan al-Imam al-Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi (shahih dengan sebab pendukung-pendukungnya dari hadits lainnya). Lihat penjelasan beliau ini dalam kitabnya Shahih Sunan Abi Dawud (5/40-42).
- Adapun para ulama yang berpendapat dengan pendapat ke dua, maka mereka itu para Imam yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) di dalam kitabnya at-Talkhishul Habir (2/7), mereka adalah: Abu Ja’far al-Uqaili (322 H), Abu Bakr Ibnul ‘Arabi (543 H), Ibnul Jawzi (597 H). Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata di dalam kitabnya at-Talkhishul Habir (2/7): “Dan (pendapat) yang haq (benar) adalah bahwa seluruh jalan-jalannya dha’if (lemah), walaupun hadits Ibnu ‘Abbas ini mendekati syarat hadits hasan. Akan tetapi hadits tersebut syadz[5.Yaitu; pada sanad-nya terdapat periwayat yang maqbul (diterima riwayatnya), namun dia menyelisihi periwayat lainnya yang lebih utama dan diterima daripada dirinya. Dan hadits syadz merupakan salah satu hadits dha’if (lemah). Lihat Taisirul Mushthalahil Hadits, halaman 117], disebabkan; asingnya hadits ini, tidak ada jalan lain dan pendukung dari hadits lainnya yang dapat dijadikan standar (untuk memperkuat hadits ini), dan tata cara shalatnya yang menyelisihi shalat-shalat lainnya. Dan Musa bin Abdul Aziz (salah satu periwayat dalam sanad hadits ini) walaupun ia banyak benarnya dan shalih, namun ia tidak dapat dijadikan pedoman dan acuan dalam hadits yang asing (menyendiri) ini. Hadits ini di-dha’if-kan pula oleh Ibnu Taimiyah. Dan adz-Dzahabi tidak berkomentar tentang hadits ini…”.
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H) berkata di dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa (11/579): “…Hadits shalat tasbih telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun dari para Imam yang empat berpendapat bolehnya (melakukan shalat tasbih) ini. Bahkan Ahmad men-dha’if-kan hadits ini dan tidak menganggap bahwa shalat ini mustahab (sunnah)… dan barangsiapa merenungkan (meneliti) dasar-dasar (ilmu), niscaya dia akan mengetahui bahwa hadits ini maudhu‘ (palsu)…”.
- Hadits ini pun dilemahkan oleh Syaikh Ibnu Baaz (1420 H), Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (1421 H), Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan yang lainnya[6. Lihat Majmu’ Fatawa Ibn Baaz (26/229), Majmu’ Fatawa wa Rasa-il Ibn ‘Utsaimin (14/224 dan 228), al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan (nomor 63), Syarah Sunan Abi Dawud (ceramah Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad)].
- Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa para ulama sangat berselisih pendapat dalam penentuan hukum hadits ini. Maka barangsiapa di antara mereka menganggap hadits ini dapat dijadikan hujjah (baik shahih maupun hasan dengan segala jenisnya), maka ia menghukumi bahwa shalat tasbih hukumnya mustahab (sunnah) di lakukan, seperti yang tertera dalam hadits tersebut. Dan barangsiapa di antara mereka menganggap hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah (dha’if dengan segala jenisnya), maka ia menghukumi bahwa shalat tasbih hukumnya bid’ah.
- Takhrij Hadits
- Kedua: salat tasbih boleh dilaksanakan (boleh tetapi tidak disunnahkan) Pendapat ini dikemukakan oleh ulama penganut Mazhab Hambali. Mereka berkata: “Tidak ada hadits yang tsabit (kuat) dan salat tersebut termasuk Fadhoilul A’maal, maka cukup berlandaskan hadits dhaif.” Ibnu Qudamah berkata: “Jika ada orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak mengapa, karena salat nawafil dan Fadhoilul A’maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadits shahih” (Al-Mughny 2/33)
- Ketiga: salat tersebut tidak disyariatkan dan tidak boleh dilakukan
- Hadits-hadits shalat tasbih tidak dapat dijadikan hujjah (yang tercakup di dalamnya hadits dha’if dengan segala jenisnya dan maudhu‘) dan tidak boleh diamalkan.
- Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berkata: “Perlu diteliti kembali tentang kesunahan pelaksanaan salat tasbih karena haditsnya dhoif, dan adanya perubahan susunan salat dalam salat tasbih yang berbeda dengan salat biasa. Dan hal tersebut hendaklah tidak dilakukan kalau tidak ada hadits yang menjelaskannya. Dan hadits yang menjelaskan salat tasbih tidak kuat”.
- Ibnu Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa tidak ada hadis shahih yang menjelaskan hal tersebut. Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan salat tasbih termasuk maudhu‘.
- Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis bahwa yang benar adalah seluruh riwayat hadits adalah dhaif meskipun hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadits itu syadz karena hanya diriwayatkan oleh satu orang rawi dan tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Dan juga salat tasbih berbeda gerakannya dengan salat-salat yang lain.
- Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal salat tasbih ini kecuali dalam Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa dia berpendapat tidak ada hadits shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang salat tasbih ini.
- Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal salat tasbih ini kecuali dalam Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa dia berpendapat tidak ada hadits shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang salat tasbih ini. Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh dalam Islam Sunni. Mazhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang bernama lengkap Abu Hanifah bin Nu’man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi, dan terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka kepada ide modern. Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam Sunni Mesir, Turki, anak-benua India, Tiongkok dan sebagian Afrika Barat, walaupun pelajar Islam seluruh dunia belajar dan melihat pendapatnya mengenai amalan Islam. Mazhab Hanafi merupakan mazhab terbesar dengan 30% pengikut.
- Mazhab Maliki (adalah satu dari empat mazhab fiqih atau hukum Islam dalam Sunni. Dianut oleh sekitar 15% umat Muslim, kebanyakan di Afrika Utara dan Afrika Barat. Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas atau bernama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbani. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berkata: “Perlu diteliti kembali tentang kesunahan pelaksanaan salat tasbih karena haditsnya dhoif, dan adanya perubahan susunan salat dalam salat tasbih yang berbeda dengan salat biasa. Dan hal tersebut hendaklah tidak dilakukan kalau tidak ada hadits yang menjelaskannya. Dan hadits yang menjelaskan salat tasbih tidak kuat”.
- Syaikh Shalih al-Fauzan di dalam kitabnya al-Muntaqa kepada penanya yang bertanya kepada beliau tentang shalat tasbih ini. Beliau menjawab: “…Dan saya berpendapat untuk Anda wahai penanya, jika Anda memiliki keinginan dan semangat kuat untuk kebaikan dan melakukan ibadah, maka kami anjurkan Anda untuk melakukan shalat-shalat yang jelas-jelas disyariatkan dengan dalil-dalilnya yang sudah shahih, seperti shalat tahajjud di malam hari, witir, menjaga shalat-shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, dan memperbanyak shalat-shalat sunnah lainnya; (itu semua) mengingat tidak tegaknya (tidak shahih) shalat tasbih tersebut dari Nabi `. Dan pada hadits-hadits yang shahih dan jelas, terdapat kecukupan bagi seorang mukmin yang memiliki semangat untuk melakukan kebaikan.
DAFTAR INDEKS HADITS, klik di bawah ini
